RSS Feed

Rabu, 20 Mei 2009

lawatan sejarah

KERAJAAN SUNDA DI BANTEN









Oleh
Anggi Suharnadi







Pemerintah Kabupaten Serang
Dinas Pendidikan Nasional
SMA Negeri 1 Ciruas
2009



KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat serta karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis tentang ’Kerajaan Sunda di Banten’. Shalawat serta salam tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW hingga umatnya akhir zaman.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa di dalam karya tulis ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan yang diberikan oleh semua pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Drs. Suparman Hakim, selaku Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Ciruas.
2. H. Suherman S A. SH,M.Si, selaku kepala DISPORABUDPAR kabupaten Serang.
3. Kepala Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung.
4. Drs.H. Yachya,M.Pd. selaku kepala Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Serang.
5. Sudrajat Senda S.Pd, selaku guru mata pelajaran sejarah SMA Negeri.
6. Orang tua serta teman-teman yang telah mendukung baik secara material maupun imaterial.

Karya tulis ini, tentu tidak lepas dari kekurangan yang sadar atau tidak dilakukan oleh pihak penulis sendiri.untuk itu, segala saran dan kritik yang membangun tentu penulis harapkan dan terima. Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi semuanya.

Penulis,

Anggi Suharnadi



DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
II. PERMASALAHAN 3
2.1 Kerberadaan pusat kerajaan Sunda di Banten 3
2.2 Munculnya kerajaan Hindu-Budha di Banten 3
2.3 berakhirnya Kerajaan Sunda Banten 3
III. TUJUAN PENELITIAN 3
3.1 Meningkatkan pengetahuan tentang pusat kerajaan Sunda di Banten 3
3.2 Memberikan penjelasan Munculnya kerajaan Hindu-Budha di Banten 3
3.3 Meningkatkan pengetahuan masa berakhirnya Kerajaan Sunda Banten 3
IV. METODE PENELITIAN 3
4.1 Metode Deskriptif 3
4.2 Pengumpulan Data 3
4.3 Kepustakaan 3
4.4 Dokumentasi 3
V. LAPORAN DAN PEMBAHASAN 4
5.1 Letak Geografis 4
5.2 Budaya dan Nilai-Nilai Adat 5
5.3 Kerberadaan pusat kerajaan Sunda di Banten 5
5.4 Munculnya kerajaan Hindu-Budha di Banten 6
5.5 Masa berakhirnya Kerajaan Sunda Banten 9
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 13
4.1 Kesimpulan 13
4.1.1 Keberadaan pusat kerajaan Sunda 13
4.1.2 Munculnya kerajaan Hindu-Budha 13
4.1.3 Masa berakhirnya Kerajaan Sunda 13
4.2 Saran 13
VII. DAFTAR PUSTAKA 14


I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Banten menurut Sumber Cina “Shung Peng Hsiang Sung” (1430), adalah nama suatu tempat yang menjadi tempat perlintasan pelayaran dengan rute Tanjung Sekong – Gresik – Jaratan; Banten – Timor; Banten – Demak; Banten – Banjarmasin; Kreung – (Aceh)-Barus – Pariaman – Banten. Dan menurut “ Ying-Yai-Sheng-lan (1433) Banten disebut Shunt’a (Sunda), Sumber asing lainnya yang menyebut Banten adalah Catatan Tome Pires (1512) dengan sebutan “Bautan”. Sedangkan nama Wahanten Girang berasal dari Sumber lokal dalam naskah cerita Parahyiangan (1580). Dalam Tambo Tulang bawang dan Primbon Bayah orang menyebut Banten dengan nama Medanggili.

Dalam catatan perjalanan Tome Pires (1513) Banten adalah wilayah pelabuhan yang ramai dan berada di kawasan Kerajaan Sunda , ini menunjukkan bahwa Banten berperan sebagai Bandar kerajaan sunda, dan Banten berada pada jalur perdagangan internasional yang memungkinkan Banten dapat berinteraksi dengan dunia internasional pada awal abad Masehi. Kemungkinan Banten pada abad ke-7 sudah menjadi kota pelabuhan yang dikunjungi para saudagar asing.

Banten girang merupakan awal kerajaan Banten yang sebelumnya mendapat kebesaran nama pada saat itu (Kerajaan Sunda Wahanten). Pendiri kerajaan (wahanten) ialah yang bernama Prabu Jaya Bupati yang disebut juga(Prabu Saka Domas). Beliau bermaksud untuk memulihkan kerajaan-kerajaan yang telah hantur dimasa yang telah silam.

Maka dengan singkat (Prabu Jaya Bupati) mendirikan kerajaan (Wahanten) di Banten Girang pada tahun 932-1016, kerajaan (Wahanten) pada saat itu kerajaan Subur Makmur, sehingga dapat menjalin hubungan dengan kerajaan di Jawa, erat kaitannya hubungan dagangan Raja Prabu Darma Wangsa, dengan dilanjutkan hubungan sampai Raja Erlangga pada tahun 990-1016.


Prabu Jaya Bupati sebagai penguasa di kerajaan Sunda (Wahanten) yang berkedudukan di Banten Girang pada akhirnya rakyat kerajaan sunda (Wahanten) di Banten Girang, sering mendapat gangguan keamanan yang mengancam keselamatan Raja Sunda (Wahanten) dengan rakyatnya, ancaman ialah datangnya dari Kerajaan Sriwijaya Prabu Bala Putra Dewa yang ingin menguasai kerajaan sunda (Wahanten) yang merupakan sekutu dari kerajaan Jawa Prabu Darma Wangsa, dengan maksud balas dendam dari kerajaan Sriwijaya kepada Prabu Darma Wangsa karena sebelumnya telah menyerang Sriwijaya.























II. Permasalahan
2.1. Kerberadaan pusat kerajaan Sunda di Banten
2.2. Munculnya kerajaan Hindu-Budha di Banten
2.3. Masa berakhirnya Kerajaan Sunda Banten
III. Tujuan Penelitian
Yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :
3.1. Untuk meningkatkan pengetahuan pembaca tentang Kerberadaan pusat kerajaan
Sunda di Banten
3.2. Untuk memberikan penjelasan tentang Munculnya kerajaan Hindu-Budha di Banten
3.3. Untuk meningkatkan pengetahuan pembaca tentang Masa berakhirnya Kerajaan
Sunda Banten
IV. Metode Penelitian
4.1. Metode Deskriptif
4.1.1. Metode Deskriptif adalah suatu cara yang digunakan dalam penelitian untuk memecahkan suatu permasalahan secara sistematis sehingga dapat diadakan pengumpulan, mengklasifikasikan dan menganalisa fakta-fakta yang ada serta membuat kesimpulan dengan tujuan membuat gambaran secara objektif
4.2. Pengumpulan Data
4.2.1. Kepustakaan
Kepustakaan adalah cara pengumpulan data dan informasi dengan bantuan bermacam-macam materi yang terdapat diruang perpustakaan.
4.2.2. Dokumentasi
Dokumentasi adalah mencari data-data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat, dan agenda.






V. Laporan dan Pembahasan
5.1 Letak Geografis
Wilayah Banten berada pada batas astronomi 5º 7’ 50” - 7º 1’ 11” Lintang Selatan dan 105º 1’ 11” - 106º 7’ 12” Bujur Timur, berdasarkan UU RI Nomor 23 tahun 2000 luas wilayah Banten adalah 9.683,48 Km2 . Secara wilayah pemerintahan Provinsi Banten terdiri dari 3 Kota, 4 Kabupaten, 154 Kecamatan, 262 Kelurahan, dan 1.241 Desa.
Provinsi Banten mempunyai batas wilayah:
Sebelah Utara : Laut Jawa
Sebelah Timur : Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat
Sebelah Selatan : Samudra Hindia
Sebelah Barat : Selat Sunda
Wilayah laut Banten merupakan salah satu jalur laut potensial, Selat Sunda merupakan salah satu jalur yang dapat dilalui kapal besar yang menghubungkan Australia, Selandia Baru, dengan kawasan Asia Tenggara misalnya Thailand, Malaysia dan Singapura. Disamping itu Banten merupakan jalur perlintasan/penghubung dua pulau besar di Indonesia,yaitu Jawa dan Sumatera. Wilayah Provinsi Banten juga memiliki beberapa pelabuhan laut yang dikembangkan sebagai antisipasi untuk menampung kelebihan kapasitas dari pelabuhan laut di Jakarta dan sangat mungkin menjadi pelabuhan alternatif dari Singapura.

Kondisi topografi Banten adalah sebagai berikut :
• Wilayah datar (kemiringan 0 - 2 %) seluas 574.090 Ha
• Wilayah bergelombang (kemiringan 2 - 15%) seluas 186.320 Ha
• Wilayah curam (kemiringan 15 - 40%) seluas 118.470,50 Ha
Kondisi penggunaan lahan yang perlu dicermati adalah menurunnya wilayah hutan dari 233.629,77 Ha pada tahun 2004 menjadi 213.629,77 Ha.


5.2. Budaya dan Nilai-Nilai Adat
Mayoritas penduduk Provinsi Banten memiliki semangat religius ke-Islaman yang kuat dengan tingkat toleransi yang tinggi, Sebagian besar anggota masyarakat memeluk agama Islam, tetapi pemeluk agama lain dapat hidup berdampingan dengan damai.
Potensi dan kekhasan budaya masyarakat Banten, antara lain seni bela diri pencak silat, debus, rudad, umbruk, tari saman, tari topeng, tari cokek, dog-dog, palingtung dan lojor. Disamping itu juga terdapat peninggalan warisan leluhur antara lain Masjid Agung Banten Lama, Makam Keramat Panjang, Masjid Raya Al-Azhom dan masih banyak peninggalan lainnya.
5.3. Kerberadaan pusat kerajaan Sunda di Banten

Prabu Jaya Bupati sebagai raja sunda di kerajaan (Wahanten) Banten Girang raja yang sayang akan keselamatan jiwa raga rakyatnya, maka memutuskan untuk mengungsi kepedalaman pegunungan selatan, dengan mendirikan kerajaan kecil di daerah Cicatih Sukabumi. Maka dengan demikian Kerajaan Sunda (Wahanten) di Banten Girang merupakan Kerajaan Sunda yang pertama pindah disebabkan Kerajaan Sriwijaya Prabu Bala Putra Dewa menguasai Kerajaan Sunda di Banten Girang pada tahun 1016-1030.

Selanjutnya Kerajaan Sunda (Wahanten) yang telah mengalami pemindahan dari Banten Girang ke Daerah Cicatih Sukabumi dengan berdirinya kerajaan kecil di Cacatih Sukabumi, Kerajaan ini tidak mencapai usia lama dan menjadi punah. Dengan waktu yang sama berdirilah kerajaan Kawali. Kerajaan ini merupakan penerus kerajaan-kerajaan Sunda yang telah punah, seperti Kerajaan Wahanten di Banten Girang dan kerajaan kecil di Cicatih Sukabumi. Dengan berdirinya kerajaan Kawali yang berkuasa pada saat itu Prabu yang Niskala sekitar tahun 1080 muncul keraton yang bernama Suka Niskala atau dengan nama Suka Wisesa.

Maka dengan selanjutnya Prabu yang Niskala sebagai penguasa di Keraton Suka Wisesa digantikan oleh Prabu Ningrat Kencana dan pada masa itu terjadi kekacauan serta timbul perpecahan, maka Prabu Ningrat kencana sebagai pewaris utama Keraton Suka Wisesa, digantikan oleh Prabu Baduga Sri Maharaja yang bertahta di Kerajaan Pajajaran. Tetapi gugur dalam peperangan antara kerajaan majapahit dengan Kerajaan Pajajaran pada tahun 1371.

Ketika Prabu Baduga Sri Maharaja wafat, kedudukan pemerintahan di kerajaan Pajajaran untuk sementara dipegang oleh Yang Bumi Soka, kedudukannya digantikan oleh sebagai pewaris Kerajaan Pajajaran ialah Prabu Niskala Wastu Kencana serta mendirikan Kerajaan Galuh Pakuan sampai tahun 1420. Kedudukan Prabu Niskala Wastu Kencana digantikan oleh putranya yang bernama Tabanan. Pada saat Raja Tabanan berkuasa diKerajaan Galuh Pakuan ia turun tahta dari singgasana kerajaan, dikarenakan telah menyalahi tata cara peraturan Kerajaan, karena telah jatuh cinta kepada seorang wanita dari perkampungan. Setelah Raja Tabanan berkuasa di Kerajaan Galuh Pakuan hingga tahun 1440, maka sejak itu catatan sejarah tentang kerajaan-kerajaan yang berpengaruh di Jawa Barat tidak dapat dikembangkan lagi.

5.4 Munculnya kerajaan Hindu-Budha di Banten

Pada awalnya anak cucu dari keturunan Pajajaran dengan kerajaan Galuh Pakuan yang bernama Prabu Jaya Dewata dan keturunan Pajajaran Prabu Pucuk Umun dengan nama Ajarjong dan Ajarju atau disebut Masjong dan Agusju. Prabu Jaya Dewata Mendirikan Kerajaan Sunda di Banten Girang. Kerajaan Sunda berdiri diatas kerajaan sunda yang bernama kerajaan (Wahanten) pada masa lalu, yang ditinggalkan oleh Rajanya yang bernama (Prabu Jaya Bupati) pada tahun1030.

Prabu Jaya Dewata menjadi penguasa di Kerajaan Sunda Banten pada Tahun 1480, dengan adanya Kerajaan Sunda (Banten) yang semakin ramai dikunjungi para pedagang lokal maupun para saudagar dari Negeri Cina semakin berdatangan. Dengan waktu sekian lama kendala yang dihadapi oleh pembawa barang dagangan para saudagar dari Negeri CIna yang melalui perahu layer di sungan Cibanten semakin kandas, desebabkan oleh menurunya debit air sungai Cibanten sering menurun dengan selang waktu beberapa tahun lamanya. Raja Sunda Banten Prabu Jaya Dewata selaku pendiri Kejaraan
(Banten) yang disebut oleh orang-orang Jawa Banten Prabu Pucuk Umun.

Maka dengan segera memerintahkan kepada para punggawa dan rakyatnya, dan didampingi oleh dua orang Pemuda Gagah dan Berani yang bernama Ajarjong dan Ajarju untuk membangun pelabuhan layar di daerah Kelapa Dua terusan sungai Cibanten tepatnya disebelah utara dari pusat Kota Serang pelabuhan dimasa itu dinamakan Pelabuhan Teluk Banten, dengan dilengakapi sarana jalan tanah (Dakat) yang melalui daerah Kelapa Dua→ Lontar→ Kaloran penah→ Kaujon Kidul→ Kalunjukan→ berakhir di Banten Girang, merupakan sarana transportasi pembawa barang dagangannya untuk dipasarkan di kota (Wahanten) Banten Girang, dengan selesainya pembangunan (pelabuhan Teluk Banten).

Maka kerajaan Sunda banten di Banten Girang semakin pesat didalam kemajuan perekonomiannya, sehingga pada tahun berikutnya Kota Sunda Banten ( Banten Girang) berhasil diperluas dan dikembangkan pada bagian sebelah timur berhasil membangun yang dinamakan (GUHA) untuk digunakan tempat penahanan orang-orang yang melanggar peraturan hukum di Kerajaan Sunda Banten, serta pada saat itu juga disebelah selatan berhasil memperluas bangunan Keraton Banten (Banten Girang), juga dibagian sebelah barat keraton berhasil membangun kolam penampungan air untuk keperluan orang-orang keraton, yang dinamakan situs Sipadarungan, serta pembangunan pada parit-parit Benteng Keraton Kerajaan Sunda (Wahanten) Banten Girang, dengan dilengakapi Menara Pengintai untuk digunakan menjaga keamanan Keraton Banten Girang, maka dengan demikian kerajaan Sunda Banten (Banten Girang) semakin pesat kemajuan pembangunan pada saat itu.

Maka dengan selang waktu beberapa tahun lamanya Ajarjong sebagai patih Kerajaan Sunda Banten (Banten Girang) senang melihat keberadaan saudaranya yang bernama (Ajarju) yang cukup lama mengabdi kepada rajanya (Prabu Jaya Dewata) saudaranya ditugaskan menjaga pintu Gerbang Kerajaan Banten, maka Ajarjong sebagai Patih Banten mengusulkan kepada Rajanya yang bernama Prabu Jaya Dewata yang disebut juga Prabu Pucuk Umun, untuk bisa mengangkat kedudukan adiknya yang bernama Ajarju, setarap kedudukannya dengan Tumenggung, sehingga timbul penolakkan secara diam-diam.

Didalam penilaian Ajarjong, Prabu Jaya Dewata berbuat tidak adil kepada Ajarju, karena dalam memberikan kekuasaan mengatur Pemerintah kerajaan Sunda (Banten) hanya dari pihak keluarga Raja Prabu Jaya Dewata saja. Dengan adanya masalah demikian Ajarjong merasa gelisah dan sakit hati yang mendalam kepada Prabu Jaya Dewata, Ajarjong sebagai patih kerajaan Sunda Banten, pada saat itu meninggalkan Kota kerajaan Sunda (Banten) dengan meninggalkan adiknya yang bernama Ajarju di Keraton Banten, menuju arah Timur, sampailah di Kerajaan Demak.

Ajarjong mengabdi kepada Raja Demak yang bernama (Sultan Trenggono). Pada saat itu, di kerajaan Demak sedang mengadakan pesta pernikahan Adik Perempuan (Sultan Tekenggono) dengan Paletehan (Fatahilah) yang memiliki keahlian baik dalam bidang Agama Islam, maupun ilmu bela diri. Sehingga Sultan Terenggono tertarik, kemudian (Fatahilah) dinikahkan dengan Adiknya. Beberapa saat lamanya Ajarjong dengan Fatahilah yang sama-sama dari negeri jauh, Ajarjong berasal dari kerajaan Sunda (Banten), Fatahilah berasal dari Pasai, maka Ajarjong semakin akrab dengan mendalami ilmu agama Islam kepada Fatahilah. Suatu saat Sultan Terenggono sebagai penguasa dikerajaan Demak memerintahkan kepada Fatahilah untuk menyerang dan mengislamkan Sunda Pajajaran Banten di Banten Girang. Dengan selang waktu yang tidak lama maka berangkatlah Fatahilah dengan Ajarjong sebagai peranan penting untuk penunjuk jalan serta faham kelemahan di Keraton Sunda (Banten) di Banten Girang dan keberangkatannya dilengkapi dengan pasukan perang kerajaan Demak.

Dikerajaan Sunda Banten Prabu Jaya Dewata sebagai penguasa Dikerajaan Sunda Banten, setelah ditinggalkan oleh seorang Patih yang dapat dipercaya, dan berperan penting dalam mendirikan kerajaan Sunda Banten, maka tampak terlihat tanda-tanda kemunduran dikerajaan Sunda Banten, sebab akibat para pembantu dari pihak keluarga Raja Prabu Jaya Dewata yang ditempatkan dalam peranan penting didalam pengaturan pemerintahan, yang kurang mampu dilaksanakan. Masa kemunduran kerajaan Sunda Banten yang disebabkan oleh faktor alam. Diantaranya dengan air laut yang semakin turun sehingga Pelabuhan Teluk Banten yang berlokasi disekitar terusan Sungai Cibanten.
Pelabuhan ini pada akhirnya tidak bisa disandari perahu-perahu layar pembawa barang dagangan dari Negeri Cina untuk dipasarkan di kota Kerajaan Sunda di Banten. Prabu Jaya Dewata sebagai penguasa di kerajaan Sunda Banten, yang sedang dilanda kemerosotan perekonomiannya, maka Prabu Jaya Dewata meninggalkan singgasana kerajaan melakukan bertapa di Gunung Kaisala (Gunung Pulosari) Pandeglang, untuk mendapat petunjuk dari tuhan agar kerajaan Sunda Banten pulih kembali.

5.5 Masa berakhirnya Kerajaan Sunda Banten

Ketika datang pasukan yang dipelopori Fatahilah dengan dibantu oleh Ajarjong, didepan pintu gerbang kerajaan Sunda Banten telah terlihat oleh Ajarju, bahwa yang membawa pasukan perang adalah saudaranya yang bernama Ajarjong, maka Ajarjong menerangkan kedatangan kepada Ajarju maksud kedatangan pasukannya. Maka dengan 1cepat Ajarju mempersilahkan untuk masuk Istana Kerajaan Sunda Banten (Banten Girang).

Pasukan perang Islam Demak yang telah menduduki keraton Kerajaan Sunda Banten dipimpin oleh Fatahilah dengan Ajarjong, dengan waktu yang singkat penyebaran agama islam dilakukan kepada rakyat Sunda Banten. Dengan sibuknya mengenalankan agama islam maka tertangkap pembicaraan dari masyarakat oleh Ajarjong, yang bernada dalam bahasa sunda ‘moalmahi ka Ratu aingmah ken engkegeh. Prabu Jaya Dewata yang sedang berada di Pertapaan Gunung Kaisala, mendengar laporan dari rakyatnya dengan diceritakan mengenai keadaan di Keraton Banten (Banten Girang) yang sudah dikuasai oleh pasukan Islam Demak yang dipimpin Oleh Fatahilah dengan Ajarjong. Maka dengan geramnya Prabu Jaya Dewata mengancam akan membunuhnya, dengan segera turun dari pertapaan Gunung Kaisala (Gunung Pulosari) dengan beberapa puluh orang pengikutnya menuju keraton Sunda Banten. Ketika dalam perjalanan didaerah Mandeg, tepatnya antara perbatasan kabupaten Serang dengan Padeglang, pada saat itu Prabu Jaya Dewata memerintahkan untuk berhenti dengan ditugaskan satu dua orang untuk memata-matai keberadaan di Keraton Banten (Banten GIrang) yang telah diduduki oleh pasukan Islam.

Dengan sekembalinya dua orang utusan Prabu Jaya Dewata untuk menyelidiki keadaan di Keraton Sunda Banten, maka diceritakan bahwa dari setiap penjuru keraton sudah dipenuhi pasukan perang yang berjaga-jaga untuk menghadang musung yang datang. Sehingga pada saat itu Prabu Jaya Dewata bertahan untuk sementara waktu dengan menyusun penyerangan yang akan dihadapi. Dengan hasil penyelidikan Ajarjong bahwa Prabu Jaya Dewata yang ada di daerah Mandeg , sedang menyusun pasukan untuk menyerang Keraton Sunda Banten, maka dengan ssegera dilaporkan kepada Fatahilah. Setelah mendengar berita ancaman dari Prabu Jaya Dewata maka Fatahilah segera memerintahkan penyerangan terlebih dahulu ke daerah Mandeg ketika pasukan perang Fatahilah berada diperjalanan dan diketahui terlebih dulu oleh para pengintai dari utusan Prabu Jaya Dewata. Sehingga dengan cepat melapor Prabu Jaya Dewata yang terancam akan keselamatannya, dengan segera berkemas untuk meninggalkan daerah Mandeg diikuti oleh 40 orang pengikut setia Prabu Jaya Dewata menuju daerah pedalaman pegunungan dan menetap di daerah Cikertawana kabupatan Lebak Rangkasbitung, pada saat ini yang dinamakan suku baduy.

Ketika sampai pasukan perang Fatahilah di daerah Mandeg maka yang didapati didaerah Mandeg sudah kosong dengan meninggalkan berkasnya saja, maka Fatahilah berucap seraya menyumpahinya kepada Prabu Jaya Dewata, dengan ucapan “Sampe Pucuking umun-umun okakudu islam” demikianlah nama Prabu Jaya Dewata pada saat ini disebut Prabu Pucuk Umun. Pada akhirnya Pasukan Fatahilah kembali ke Istana Kerajaan Banten, selanjutnya Fatahilah dengan Ajarjong mengembangkan agaran agama Islam selama satu tahun dan menerapkan agaran agama Islam di Kerajaan Sunda Banten. Mengingat usia Fatahilah yang hampir lanjut usia, maka perlu penganti untuk menggantikannya dan mengutus putranya yang bernama Saba King King pada saat itu seorang pemuda gagah berana serta pandai dalam ilmu agama Islam, pada saat masih kecil berada dalam asuhan Kerajaan Demak. Saba King King menjadi pimpinan di Kerajaan Sunda Banten (Banten Girang) atas perintah ayahnya yang bernama Fatahilah dengan didukung oleh Ajarjong dan Ajarju yang usianya lebih tua dari Saba King King, sehingga memanggil kaka dengan panggilan Masjong dan Masju, yang disebut pada saat ini (Masjong Agusju) dimungkinkan satu tokoh menjadi satu nama.

Dengan waktu beberapa tahun lamanya Saba King King yang menjadi pimpinan dengan melihat keberadaan perekonomian di Kerajaan Sunda Banten (Banten Girang) yang kurang menguntungkan, maka Saba King King bersama Masjong dengan Agusju beserta para tokoh yang lainnya, merundingkan kerajaan Sunda Banten di Banten Girang, untuk segera dipindahkan ke pesisir utara, disebabkan tidak berfungsinya pelabuhan Teluk Banten yang berada di wilayah Kelapa Dua. Setelah kota Kerajaan Sunda Banten berhasil dipindahkan ke pantai utara dengan membangun kota kerajaan (Surosoan). Pada tahun 1525 Saba King King yang mendapat julukan sebagai sultan Banten.

Pada awalnya disebut Ajarjong ialah orang yang telah berjasa besar dan menjadi peranan penting didalam mendirikan Kerajaan Sunda Banten saat menganut Agama Hindu (Prabu Jaya Dewata). Kerajaan Islam Banten penganut Saba King King Sultan Banten, pada akhirnya Masjong yang sudah lanjut usianya wafat dikuburkan di Banten Girang, dan diberikan nama penghargaan Masjong patih Legendaris. Setelah mendapat julukan sebagai Sultan Banten, maka dibangunlah pelabuhan Banten sehingga para saudagar dari Arab berdatangan dan Saba King King menjadi penguasa di Keraton Surosoan Banten mendapat gelar dari orang-orang Arab sebagai (Sultan Maulana Hasanudin) pada tahun 1552-1570.

Pada waktu mendapat Gelar Sultan Maulana Hasanudin, pendamping agusju, wafat pada tahun 1554 dikuburkan di Banten Girang. Sultan Maulana Hasanudin sebagai penguasa di Kerajaan Surosoan Banten dengan wilayah kekuasaan meliputi wilayah Lampung dengan Bengkulu. Sultan Maulana Hasanudin wafat pada tahun1570, digantikan oleh Sultan Maulana Yusuf yang dikenal keberhasilannya menaklukan daerah pegunungan selatan yang tidak mau mengakui Kerajaan Islam Banten. Sultan Maulana Yusuf wafat pada tahun 1580 dan kedudukannya digantikan oleh putranya yang bernama Maulana Muhamad tetapi ia gugur pada saat berusaha menguasai daerah Palembang pada tahun 1596. Kemudian kedudukannya digantikan oleh Abdul Mufahir Mahmud Abdul Kadir pada tahun 1596-1640, Sultan Adbul Mufahir Mahmud Abdul Kadir digantikan oleh yang bernama Sultan Abdul Fatah pada tahun 1651-1682, yang lebih dikenal dengan Sultan Ageng TIrtayasa. Ia terkenal dengan kebenciannya kepada Belanda. Ternyata bertentangan dengan sikap putranya yang bernama Abdul Kohar justru memihak Belanda. Sultan Ageng Tirtayasa pada akhirnya dapat dikalahkan di Taiwan dan Batavia oleh Belanda hingga wafat dalam Tawanan dan dikuburkan di surosoan Banten. Sehingga kedudukan Sultan Ageng TIrtayasa digantikan oleh Abdul Kohar dengan gelar Sultan Haji.

Belanda yang berkeinginan menguasai Banten, maka Belanda merekayasa Sultan Haji untuk segera menunaikan ibadah haji bantuan dari Belanda. Dalam keberangkatannya Sultan Haji ke tanah suci Mekah, Keraton Surosoan Banten dikuasai Belanda, rakyat Banten yang tidak senang dengan adanya Keraton Surosoan Banten dikuasai Belanda maka berkumpul di Banten Girang yang dipimpin oleh Ki Duhan, putra dari sultan Ageng Tirtayasa yang tidak senang kepada sifat kakawa. Pada saat akan diadakan penyerangan, Banten Girang berganti nama dengan nama Tirtalaya dan terkumpul sebanyak 2000 untuk menghancurkan Keraton Surosoan Banten yang dikuasai dan diduduki oleh Belanda terjadi pada tahun 1689.


















VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
1.1.1 Keberadaan pusat kerajaan Sunda di Banten terletak di Wahanten atau sekarang disebut dengan Banten Girang pada tahun 932-1016 yang berada di Sempu Kota Serang dengan nama Rajanya Prabu Jaya Bupati atau disebut juga Prabu Saka Domas yang memulihkan kerajaan-kerajaan yang telah hancur di masa lalu.
1.1.2 Munculnya kerajaan Hindu-Budha di Banten pada awalnya merupakan Kerajaan Pajajaran dengan Kerajaan Galuh Pakuan dibawah kekuasaan Prabu Jaya Dewata dan keturunan Kerajaan Pajajaran disebut Prabu Pucuk Umun yang dibantu oleh Ajarjong dan Ajarju di Wahanten (Banten Girang).
1.1.3 Masa berakhirnya Kerajaan Sunda Banten dikarenakan Fatahilah yang berada di Kerajaan Demak beserta Ajarju yang membantu mengabdi di Demak mengislamkan kerajaan Sunda di Wahanten dengan waktu yang singkat rakyat di Wahanten dapat di Islamkan dengan mudah disebabkan Prabu Jaya Dewata sedang bertapa di Gunung Kasela atau disebut Gunung Pulosari dan melarikan diri di Banten Selatan tepatnya di Cikertawana pemukiman Baduy Dalam Kabupaten Rangkasbitung.
1.2 Saran
1.2.1 Sebagai bangsa yang besar, kita harus dapat meningkatkan pengetahuan tentang sejarah masa lalu seperti keberadaan pusat kerajaan Sunda di Banten, munculnya kerajaan Hindu-Budha di Banten, dan masa berakhirnya Kerajaan Sunda di Banten.
1.2.2 Perjuangan walau sekecil apapun pada masa lampau dijadikan sebagai pedoman bagi generasi penerus untuk meningkatkan nasionalisme dan patriotisme.
1.2.3 Peristiwa sejarah yang terjasi di daerah menjadi referensi sejarah nasional.






DAFTAR PUSTAKA

Koentjaraningrat. 1984. Kebudayaan Jawa. Balai Pustaka: Jakarta. 541 Halaman.
Lubis Nina H. 2003. Banten Dalam Pergumulan Sejarah. Pustaka LP3ES: Jakarta. 305 Halaman.
Nungroho Notosusanto.1984. Sejarah Nasional Indonesia Jilid III. Balai Pustaka: Jakarta. 358 Halaman.
Kuncen Banten Girang. 2009. Situs Kerajaan Hindu Budha Di Banten Serang Tanggal 10 Mei.
Sedyawati, Edi. 1993. Sejarah Kebudayaan Jawa. Depdikbud: Jakarta. 183 Halaman.
Microb, Halwany. 1993. Catatan Masa Lalu Banten. Saudara: Serang. 329 Halaman.

0 komentar:

Posting Komentar